Kamis, 29 Maret 2012

Customs (Pabean)


Pabean
Pabean yang dalam bahasa Inggrisnya Customs atau Duane dalam bahasa Belanda memiliki definisi yang dapat kita temukan dan hafal baik dalam kamus bahasa Indonesia ataupun undang-undang kepabeanan. Untuk dapat memahami kata pabean maka diperlukan pemahaman terhadap kegiatan ekspor dan impor. Pabean adalah kegiatan yang menyangkut pemungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Akan tetapi tidak ada bea keluar untuk ekspor .

Filosofi pemungutan bea masuk adalah untuk melindungi industri dalam negeri dari limpahan produk luar negeri yang diimpor, dalam bahasa perdagangan sering disebut tariff barier yaitu besaran dalam persen yang ditentukan oleh negara untuk dipungut oleh DJBC pada setiap produk atau barang impor. Sedang untuk ekspor pada umumnya pemerintah tidak memungut bea demi mendukung industri dalam negeri dan khusus untuk ekspor pemerintah akan memberikan insentif berupa pengembalian restitusi pajak terhadap barang yang diekspor.

Produk mentah seperti beberapa jenis kayu, rotan dsb pemerintah memungut pajak ekspor dan pungutan ekspor dengan maksud agak para eksportir sedianya dapat mengekspor produk jadi dan bukanlah bahan mentah atau setengah jadi.Filosofi pemungutan pajak ekspor pada komoditi ini adalah untuk melindungi sumber daya alam Indonesia.

Proses impor dan pabean
Kegiatan impor dapat dikatakan sebagai proses jual beli biasa antara penjual yang berada di luar negeri dan pembeli yang berada di Indonesia. Adapun tahapan impor adalah :

• Hal yang penting dalam setiap transaksi impor adalah terbitnya L/C atau letter of credit yang dibuka oleh pembeli di Indonesia melalui Bank (issuing bank)

• Selanjutnya penjual diluar negeri akan mendapatkan uang untuk harga barangnya dari bank dinegaranya (correspondent bank) setelah mengirim barang tersebut dan menyerahkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengiriman barang dan spesifikasi barang tersebut (bill of lading (BL), Invoicedsb).

• Dokumen-dokumen tersebut oleh correspondet bank dikirim ke issuing bank yang ada diIndonesia untuk di tebus oleh importir.


• Dokumen yang kini telah dipegang oleh importir tersebut digunakan untuk mengambil barang yang dikirim oleh penjual. pada tahap ini proses impor belum dapat dikatakan selesai karena importir belum mendapatkan barangnya.

• barang impor tersebut diangkut oleh sarana pengangkut berupa kapal-kapal pengangkut barang (cargo) internasional dan hanya akan merapat di pelabuhan-pelabuhan resmi pemerintah, misalnya Tanjung Priok (Jakarta) dimana sebagian besar kegiatan importasi di Indonesia dilakukan. banyak proses yang harus dilalui hingga akhirnya sebuah sarana pengangkut (kapal cargo) dapat merapat dipelabuhan dan membongkar muatannya (barang impor).

• Istilah "pembongkaran" bukanlah barang tersebut di bongkar dengan dibuka setiap kemasannya, namun itu hanya istilah pengeluaran kontainer/peti kemas dari sarana pengangkut kepelabuhan, petugas DJBC tidak membongkar isi dari kontainer itu jika memang tidak ada perintah untuk pemeriksaan.)

• Setelah barang impor tersebut dibongkar maka akan ditempatkan ditempat penimbunan sementara (container yard) perlu diketahui bahwa menyimpan barang di kawasan ini dikenakan sewa atas penggunaan ruangnya (demorage).

• Setelah bank menerima dokumen-dokumen impor dari bank corresponden di negara pengekspor maka importir harus mengambil dokumen-dokumen tersebut dengan membayar L/C yang telah ia buka. dengan kata lain importir harus menebus dokumen tersebut karena bank telah menalangi importir ketika bank membayar eksportir saat menyerahkan dokumen tersebut.

• Setelah selesai urusan dokumen tersebut maka kini saatnya importir mengambil barang tersebut dengan dokumen yang telah importir peroleh dari bank (B/L, invoice dll).

• Untuk mengambil barangnya maka importir diwajibkan membuat pemberitahuan impor barang (PIB) atau disebut sebagai pemberitahuan pabean atau dokumen pabean sedangkan invoice, B/L, COO (certificate of origin), disebut sebagai dokumen pelengkap pabean. Tanpa PIB maka barang impor tersebut tidak dapat diambil oleh importir.

• PIB dibuat setelah importir memiliki dokumen pelengkap pabean seperti B/L dll. Importir mengambil dokumen tersebut melalui bank, maka jika bank tersebut merupakan bank devisa yang telah on-line dengan komputer DJBC maka pengurusan PIB dapat dilakukan di bank tersebut.



• Prinsip perpajakan di Indonesia adalah self assesment begitu pula dalam proses pembuatan PIB ini, formulir PIB terdapat pada bank yang telah on-line dengan komputer DJBC setelah diisi dan membayar bea masuk kepada bank maka importir tinggal menunggu barangnya tiba untuk menyerahkan dokumen yang diperlukan kepada DJBC khususnya kepada kantor pelayanan DJBC dimana barang tersebut berada dalam wilayah pelayanannya, untuk pelabuhan tanjung priok terdapat Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok.

• Setelah importir menyelesaikan PIB dan membayar bea masuk serta (pungutan impor) pajak-pajak dalam rangka impor di bank, maka bank akan memberitahukan kepada DJBC secara on-line mengenai pengurusan PIB dan pelunasan bea masuk dan pajak impor. dalam tahap ini DJBC hanya tinggal menunggu importir menyerahkan PIB untuk diproses, penyerahan PIB inipun telah berkembang sedemikian rupa hingga untuk importir yang telah memiliki modul impor atau telah terhubung dengan sistem komputer DJBC dapat menyerahkan PIB secara elekronik (electronic data interchange system = EDI system) sehingga dalam prosesnya tak terdapat interaksi secara fisik antara importir dengan petugas DJBC
Sistem Penetapan Nilai Pabean 

DJBC, Penetapan Nilai Pabean Barang Impor untuk penghitungan Bea Masuk menggunakan 6 metode yang diterapkan secara hirarki penggunaannya, yaitu:

1. Metode I berdasarkan pada nilai transaksi dari barang impor yang bersangkutan
2. Metode II berdasarkan pada nilai transaksi barang identik
3.Metode III berdasarkan pada nilai transaksi barang serupa
4.Metode IV berdasarkan metode deduksi
5.Metode V berdasarkan metode komputatif
6. Metode VI berdasarkan data yang tersedia di Daerah Pabean


METODE I PENETAPAN NILAI PABEAN BERDASARKAN NILAI TRANSAKSI BARANG IMPOR YANG BERSANGKUTAN

1.      Nilai Transaksi adalah:
Harga yang sebenarnya atau seharusnya dibayar dari barang yang dijual untuk diekspor ke Daerah Pabean ditambah dengan biaya-biaya tertentu, sepanjang biaya-biaya tersebut dalam harga yang sebenarnya atau seharusnya dibayar.

2. Syarat penggunaan Nilai Transaksi
a. Tidak terdapat pembatasan atas pemanfaatan atau pemakaian barang impor
b. Tidak terdapat persyaratan atas pembelian yang mempengaruhi harga barang impor
c. Tidak terdapat bagian dari hasil atas penjualan ulang, pemanfaatan/pemakaian (Proceed)
d. Tidak terdapat hubungan antara importir dan eksportir yang mempengaruhi harga

3. Persyaratan kualitatif yaitu dengan menambahkan pada harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar dengan :

a. Biaya yang dibayar oleh importir yang belum tercantum dalam harga yang sebenarnya atau yang seharusnya dibayar, berupa
§ Komisi dan jasa perantara kecuali komisi pembelian
§ Biaya pengemasan
§Biaya pengepakan


b. Nilai bantuan berupa barang dan jasa, yaitu:
§Material, komponen, bagian dan barang-barang sejenis yang terkandung dalam barang-barang impor
§peralatan, cetakan dan barang-barang sejenis yang digunakan untuk pembuatan barang impor
§Material yang digunakan dalam pembuatan barang impor Tehnik, pengembangan, karya seni, desain, perencanaan dan sketsa yang dilakukan §dimana saja diluar daerah pabean dan diperlukan untuk pembuatan barang impor

c. Royalti dan biaya lisensi yang harus dibayar oleh importir secara langsung atau tidak langsung

d. Bagian dari hasil/pendapatan yang diperoleh importir atas penjualan, pemanfaatan atau pemakaian barang impor yang kemudian disampaikan secara langsung dan tidak langsung kepada eksportir

e. Biaya transportasi barang impor yang dijual untuk diekspor ke pelabuhan atau tempat impor didaerah pabean

f. Biaya pemuatan, pembongkaran dan penanganan yang berkaitan dengan pengangkutan barang impor ke pelabuhan atau tempat impor di Daerah Pabean

g. Biaya asuransi

 4. Nilai Transaksi tidak dapat digunakan sebagai Nilai Pabean dalam hal:

a. Terdapat persyaratan atau pertimbangan yang diberlakukan terhadap jual beli atau harga barang impor yang mempengaruhi harga barang yang bersangkutan

b. Terdapat bagian dari hasil/pendapatan yang diperoleh importir atas penjualan,pemanfaatan atau pemakaian barang impor, kemudian disampaikan secara langsung atau tidak langsung kepada eksportir yang tidak ditambahkan pada harga yang sebenarnya atau seharusnya dibayar

c. Terdapat hubungan antara importir dan eksportir yang mempengaruhi harga

d. Terdapat pembatasan atas pemanfaatan atau pemakaian barang impor selain pembatasan yang:
§ diberlakukan atau diharuskan oleh Undang-Undang atau pihak-pihak yang berwenang di Daerah Pabean
§membatasi wilayah geografis untuk penjualan kembali barang tersebut
§tidak mempengaruhi nilai secara substansial


METODE II PENETAPAN NILAI PABEAN BERDASARKAN NILAI TRANSAKSI BARANG IDENTIK

1. Barang identik adalah barang yang sama dalam segala hal termasuk karakteristik fisik, mutu, reputasi, perbedaan-perbedaan kecil antara dua barang identik dapat ditolerir, seperti garis melingkar, logo dengan warna yang berbeda atau hiasan ditempat tertentu yang sederhana.

2. Syarat-syarat menggunakan metode barang identik adalah :

a. Tanggal pengeksporan yang sama atau sekitar tanggal pengeksporan dari barang yang sedang ditetapkan Nilai Pabeannya

b. Diproduksi oleh produsen yang sama dari negara yang sama atau diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama

c. Tingkat perdagangan dan jumlah barang sama apabila ada perbedaan maka dapat dilakukan penyesuaian berdasarkan bukti yang nyata, penyesuaian juga dapat dilakukan terhadap biaya transportasi

d. Apabila terdapat lebih dari satu nilai transaksi barang identik maka nilai yang digunakan adalah Nilai Transaksi barang identik yang paling rendah yang tersedia dalam waktu tiga puluh hari sebelum atau sesudah bulan pengiriman


IV. METODE III PENETAPAN NILAI PABEAN BERDASARKAN NILAI TRANSAKSI BARANG SERUPA

1. Barang serupa adalah barang yang walaupun tidak sama dalam segala hal namun mempunyai karakter fisik dan komponen material yang sama, fungsi sama dan secara komersial dapat dipertukarkan

2. Syarat-syarat menggunakan metode barang serupa

a. Tanggal pengeksporan yang sama atau sekitar tanggal pengeksporan dari barang yang sedang ditetapkan Nilai Pabeannya

b. Diproduksi oleh produsen yang sama dari negara yang sama atau diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama

c. Tingkat perdagangan dan jumlah barang sama apabila ada perbedaan maka dapat dilakukan penyesuaian berdasarkan bukti yang nyata, penyesuaian juga dapat dilakukan terhadap biaya transportasi

d. Apabila terdapat lebih dari satu nilai transaksi barang serupa maka nilai yang digunakan adalah Nilai Transaksi barang serupa yang paling rendah


V. METODE IV PENETAPAN NILAI PABEAN BERDASARKAN METODE DEDUKSI

1. Metode Deduksi adalah penetapan Nilai Pabean barang impor berdasarkan data harga satuan yang terjadi dari penjualan dipasaran dalam daerah pabean dari barang impor yang bersangkutan atau barang identik atau barang serupa dengan kondisi sebagaimana saat diimpor.

2. Syarat penggunaan Metode Deduksi
a. Penjual dan pembeli tidak saling berhubungan
b. Harga satuan yang digunakan adalah harga satuan dari barang impor yang bersangkutan, barang identik, barang serupa yang laku terjual dalam jumlah terbanyak
c. Pengimporan terjadi pada tanggal yang sama atau sekitar tanggal yang sama paling lama 90 (sembilan puluh hari) setelah tanggal pengimporan

3. Penghitungan metoda Deduktif dapat dilakukan dengan cara mengurangi harga satuan dengan
a. Komisi atau keuntungan dan pengeluaran umum atas penjualan barang impor yang bersangkutan
b. Biaya transportasi/ angkutan dan biaya asuransi
c. Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor

4. Apabila tidak terdapat penjualan barang impor yang bersangkutan atau barang identik atau barang serupa dipasaran dalam kondisi yang sama pada saat di impor maka dapat digunakan barang dengan kondisi yang berbeda sepanjang dilakukan penyesuaian atas perbedaan kondisi tersebut.

VI. METODE V PENETAPAN NILAI PABEAN BERDASARKAN METODE KOMPUTASI

1. Metode Komputasi adalah metode dengan cara menghitung sejumlah unsur biaya yang membentuk harga barang impor.

2. Unsur-unsur Biaya dalam metode komputasi yang dijumlahkan adalah :

a. Biaya atau harga bahan baku dan proses pembuatan yang dilakukan dalam memproduksi barang
b. Keuntungan dan pengeluaran umum yang besarnya sama atau mendekati dengan keuntungan dan pengeluaran umum penjualan barang sejenis
c. Biaya transportasi dari pelabuhan muat ke pelabuhan tujuan termasuk biaya pemuatan, pembongkaran dan penanganan yang berkaitan dengan pengangkutan barang impor ke pelabuhan tujuan di daerah pabean
d. Biaya asuransi

3. Penetapan Nilai Pabean dengan menggunakan informasi yang diberikan produsen barang yang sedang ditetapkan Nilai Pabeannyaa dan data yang ada dalam pembukuan produsen yang disusun berdasarkan prinsip umum akuntansi yang berlaku dinegara produsen barang tersebut.


VII. METODE VI PENETAPAN NILAI PABEAN BERDASARKAN DATA YANG TERSEDIA

1. Metode data yang tersedia adalah menggunakan data yang tersedia dengan suatu penerapan yang fleksibel dan tata cara yang wajar serta konsisten.

2. Penetapan Nilai Pabean berdasarkan metode ini tidak diijinkan berdasarkan :
a. Harga jual di Daerah Pabean bagi barang yang diproduksi di Daerah Pabean
b. Sistem yang menetapkan nilai yang lebih tinggi apabila terdapat 2 (dua) alternatif nilai
c. Harga pasar dalam negara pengekspor
d. Biaya produksi, selain dari nilai yang dihitung dengan metode komputasi yang telah ditentukan untuk barang identik atau barang serupa
e. Harga barang yang diekspor kesuatu negara selain ke dalam Daerah Pabean
f. Nilai Pabean minimal
g. Nilai yang ditetapkan dengan sewenang-wenang.



VIII. PROFESSIONAL JUDGEMENT (KEPUTUSAN BERDASARKAN PROFESI)

1. Professional Judgement adalah Identifikasi Nilai Pabean yang tercantum dalam PIB berdasarkan pengalaman, pengetahuan, keterampilan yang dituangkan dalam bentuk kemampuan analisa resiko untuk mengidentifikasi Nilai Pabean yang diragukan.

2. Cara pengujian professional judgement adalah dengan mempertimbangkan :
a. bahan baku
b. proses pembuatan (Hightech/sederhana)
c. mutu barang (murah/mahal)
d. musim saat transaksi jual beli
e. tujuan penggunaan barang



DirektoratJenderal Bea dan Cukai

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai disingkat DJBC atau bea cukai adalah nama dari sebuah instansi pemerintah yang melayani masyarakat di bidang kepabeanan dan cukai. Pada masa penjajahan Belanda, bea dan cukai sering disebut dengan duane, seiring dengan globalisasi bea dan cukai mengenakan istilah CUSTOMS.
Dari segi kelembagaan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dipimpin oleh seorang direktur jenderal yang setara dengan unit eselon 1 yang berada di bawah Departemen Keuangan Republik Indonesia, sebagaimana juga Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan lain-lain.

Tugas dan fungsi

Tugas dan fungsi DJBC adalah berkaitan erat dengan pengelolaan keuangan negara, antara lain memungut bea masuk berikut pajak dalam rangka impor (PDRI) meliputi (PPN Impor, PPh Pasal 22, PPnBM) dan cukai. Sebagaimana diketahui bahwa pemasukan terbesar (sering disebut sisi penerimaan) ke dalam kas negara adalah dari sektor pajak dan termasuk didalamnya adalah bea masuk dan cukai yang dikelola oleh DJBC.

Selain itu, tugas dan fungsi DJBC adalah mengawasi kegiatan ekspor dan impor, mengawasi peredaran minuman yang mengandung alkohol atau etil alkohol, dan peredaran rokok atau barang hasil pengolahan tembakau lainnya.Seiring perkembangan zaman, DJBC bertambah fungsi dan tugasnya sebagai fasilitator perdagangan, yang berwenang melakukan penundaan atau bahkan pembebasan pajak dengan syarat-syarat tertentu.

Kewenangan DJBC

Sistem yang digunakan DJBC
Rencana kedepannya semua importasi akan diarahkan untuk menggunakan sistem ini karena pertimbangan keamanan dan efisiensi, sehingga bermunculan warung-warung EDI (semacam warnet khusus untuk mengurus importasi) disekitar pelabuhan yang akan membantu importir yang belum memiliki modul impor atau tidak secara on-line terhubung dengan sistem komputer DJBC.
proses pengeluaran barang impor sangat tergantung pada jenis barang impor itu sendiri, khusus untuk barang impor asal tumbuhan dan hewan akan melalui pemeriksaan karantina (masa karantina) ini penting untuk mencegah masuknya penyakit dan hal-hal yang tidak dinginkan dari segi kekarantinaan dan kesehatan seperti pemeriksaan layak konsumsi atau tidak, masa kadaluwarsa, dsb, untuk daging impor harus ada Certificate of origin agar diketahui dari mana asalnya, juga umumnya sertikat halal untuk komoditi
konsumsi.


 Sistem penjaluran

kiranya perlu pula diketahui sistem penjaluran barang yang diterapkan oleh DJBC dalam proses impor. Keempat jalur ini awalnya dikategorikan dengan penerapan manajemen risiko berdasarkan profil importir, jenis komoditi barang, track record dan informasi-informasi yang ada dalam data base intelejen DJBC. Sistem penjaluran juga telah menggunakan sistem otomasi sehingga sangat kecil kemungkinan diintervensi oleh petugas DJBC dalam menentukan jalur-jalur tersebut pada barang tertentu.terdapat 4 (empat) penjaluran secara teknis. Pada tahun 2007 DJBC telah memperkenalkan Jalur MITA, yaitu sebuah jalur fasilitas yang khusus berada pada kantor Pelayanan Utama (KPU).

jalur tersebut adalah;

1. Jalur prioritas yang khusus untuk importir yang memiliki track record sangat baik, untuk importir jenis ini pengeluaran barangnya dilakukan secara otomatis (sistem otomasi) yang merupakan prioritas dari segi pelayanan, dari segi pengawasan maka importir jenis ini akan dikenakan sistem Post Clearance Audit (PCA) dan sesekali secara random oleh sistem komputer akan ditetapkan untuk dikenakan pemeriksaan fisik.

2. Jalur hijau, jalur ini diperuntukkan untuk importir dengan track record yang baik dan dari segi komoditi impor bersifat risiko rendah (low risk) untuk kedua jalur tadi pemeriksaan fisik barang tetap akan dilaksanakan dengan dasar-dasar tertentu misalnya terkena random sampling oleh sistem, adanya nota hasil intelejen (NHI) yang mensinyalir adanya hal-hal yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap barang.

3. Jalur Kuning, jalur ini diperuntukkan untuk importir dengan track record yang baik dan dari segi komoditi impor bersifat risiko rendah (low risk) untuk jalur tersebut pemeriksaan dokumen barang tetap akan dilaksanakan dengan dasar-dasar tertentu misalnya terkena random sampling oleh sistem, adanya nota hasil intelejen (NHI) yang mensinyalir adanya hal-hal yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap barang.

4. Jalur merah (red chanel) ini adalah jalur umum yang dikenakan kepada importir baru, importir lama yang memiliki catatan-catatan khusus, importir dengan risiko tinggi karena track record yang tidak baik, jenis komoditi tertentu yang diawasi pemerintah, pengurusannya menggunakan jasa customs broker atau PPJK perusahaan pengurusan jasa kepabeanan dengan track record yang tidak baik ( "biro Jasa" atau "calo"), dlsb. Jalur ini perlu pengawasan yang lebih intensif oleh karenanya diadakan pemeriksaan fisik barang.pemeriksaan fisik tersebut bisa 10%, 30% dan 100%.
• Jalur Mitra Utama (MITA), jalur ini adalah fasilitas yang saat ini hanya berada pada Kantor Pelayanan Utama.


Tugas lain

Tugas lain DJBC adalah menjalankan peraturan terkait ekspor dan impor yang diterbitkan oleh departemen atau instansi pemerintahan yang lain, seperti dari Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Departemen Pertahanan dan peraturan lembaga lainya.
Semua peraturan ini menjadi kewajiban bagi DJBC untuk melaksanakannya karena DJBC adalah instansi yang mengatur keluar masuknya barang di wilayah Indonesia. Esensi dari pelaksanaan peraturan-peraturan terkait tersebut adalah demi terwujudnya efisiensi dan efektivitas dalam pengawasan dan pelayanan, karena tidak mungkin jika setiap instansi yang berwenang tersebut melaksanakan sendiri setiap peraturan yang berkaitan dengan hal ekspor dan impor, tujuan utama dari pelaksanaan tersebut adalah untuk menghidari birokrasi panjang yang harus dilewati oleh setiap pengekspor dan pengimpor dalam beraktivitas.



               
IV. TIPE PELANGGARAN DAN TERSEDIANYA INFORMASI

Pengawasan pabean adalah salah satu cara untuk mencegah dan
mendeteksi adanya pelanggaran. Pengawasan yang efektif memungkinkan Bea dan Cukai
mengurangi terjadinya pelanggaran.
Menurut WCO Hanbook for Comercial Fraud Investigators ada enambelas
tipe pelanggaran utama di Bidang kepabeanan yaitu :

1. Penyelundupan
Yang dimaksud dengan penyelundupan disini adalah menimpor atau mengekspor di luar
tempat kedudukan Bea dan Cukai atau mengimpor/mengekspor di tempat kedudukan
Bea dan Cukai tetapi dengan cara menyembunyikan barang dalam alas atau dinding
dinding palsu (concealment) atau di badan penumpang.

2. Uraian Barang Tidak Benar.
Uraian Barang Tidak Benar dilakukan untuk memperoleh keuntungan dari bea masuk
yang rendah atau menghindari peraturan larangan dan pembatasan

3. Pelanggaran Nilai Barang.
Dapat terjadi nilai barang sengaja dibuat lebih rendah untuk menghindari bea masuk atau
sengaja dibuat lebih tinggi untuk memperoleh restitusi (draw-back) yang lebih besar.

4. Pelanggaran Negara Asal Barang.
Memberitahukan negara asal barang dengan tidak benar misalkan negara asal Jepang
diberitahukan Thailand dengan maksud memperoleh preferensi tarif di negara tujuan.

5. Pelanggaran Fasilitas Keringanan Bea Masuk Atas Barang Yang Diolah.
Yaitu tidak mengekspor barang yang diolah dari bahan impor yang memperoleh
keringanan bea masuk.

6. Pelanggaran Impor Sementara.
Tidak mengekspor barang seperti dalam keadaan semula.

7. Pelanggaran Perizinan Impor/Ekspor
Misalnya memperoleh izin mengimpor bibit bawang putih ternyata dijual ke pasaran
bebas sabagai barang komnsumsi.

8. Pelanggaran Transit Barang
Barang yang diberitahukan transit ternyata di impor untuk menghindari bea.

9. Pemberitahuan Jumlah Muatan Barang Tidak Benar.
Tujuannya agar dapat membayar bea masuk lebih rendah atau untuk menghindari kuota.


10. Pelanggaran Tujuan Pemakaian.
Misalnya memperoleh pembebasan bea masuk dalam rangka Penanaman Modal Asing
(PMA) tetapi dijual untuk pihak lain.

11. Pelanggaran Spesifikasi Barang Dan Perlindungan Konsumen.
Pemberitahuan barang yang menyesatkan untuk menghindari persyaratan dalam
Undang-Undang Spesifikasi Barang atau Perlindungan Konsumen.

12. Barang Melanggar Hak Atas Kekayaan Intelektual.
Yaitu barang palsu atau bajakan yang diimpor disuatu negara atau diekspor dari suatu
negara.

13. Transaksi Gelap.
Transaksi yang tidak dicatat dalam pembukuan perusahaan untuk menyembunyikan
kegiatan ilegal. Pelanggaran ini dapat diketahui dengan mengadakan audit ke
perusahaan yang bersangkutan.

14. Pelanggaran Pengembalian Bea.
Klaim palsu untuk memperoleh pengembalian bea/pajak dengan mengajukan dokumen
ekspor yang tidak benar.

15. Usaha Fiktif
Usaha fiktif diciptakan untuk mendapatkan keringanan pajak secara tidak sah.
Contohnya adalah perusahaan yang melakukan ekspor fiktif yang ternyata tidak
mempunyai pabrik dan alamat kantornya tidak dapat ditemukan.

16. Likuidasi Palsu.
Perusahaan beroperasi dalam periode singkat untuk meningkatkan pendapatan dengan
cara tidak membayar pajak. Kalau pajak terhutang sudah menumpuk kemudian
menyatakan bangkrut untuk menghindari pembayaran.Pemiliknya kemudian mendirikan
perusahaan baru. Di Indonesia praktek ini dipakai oleh Importir yang sudah sering
dikenakan tambah bayar supaya bisa memperoleh jalur hijau maka ia mendirikan
perusahaan baru.


Dari berbagai tipe pelanggaran di atas sebagian besar adalah pengimporan
atau pengeksporan di pelabuhan tempat pengawasan Bea dan Cukai.Untuk tipe
pelanggaran ini informasinya lebih banyak dan lebih mudah diperoleh dari dokumen
dokumen yang diajukan pada Bea dan Cukai Kantor Pelayanan, tetapi untuk penyelundupan
yang terjadi di luar tempat kedudukan Bea dan Cukai informasinya harus dicari langsung dilapangan.


Informasi untuk penyelundupan di luar tempat kedudukan Bea dan Cukai
diperoleh melalui Surveillance dapat dilakukan oleh petugas di Kantor Pelayanan kalau
diberi wewenang untuk itu. Dalam organisasi dan tata kerja yang baru kegiatan intelijen
(pengumpulan dan pengolahan informasi) secara umum tidak dimungkinkan di Kantor
Pelayanan. Yang dimungkinkan hanya pengumpulan informasi muatan kapal yang tercantumpada manifest.Tetapi fungsi patroli ada juga di Kantor Pelayanan dan untuk melaksanakankegiatan ini diperlukan pengumpulan informasi. Tanpa informasi yang diperoleh dengan baik,
patroli tidak terarah dan tidak tahu daerah rawan yang beresiko tinggi. Mau tidak mau
kegiatan Intelijen harus dilakukan juga di Kantor Pelayanan agar patroli berjalan efektif.
Kalau Intelijen (termasuk Surveillance) hanya dilakukan oleh petugas Kantor
Wilayah tidak akan efektif dan tidak mungkin bisa meliputi seluruh wilayah karena
terbatasnya jumlah petugas dan dana dibandingkan dengan luasnya wilayah. Secara teoritisbisa secara rutin dikirim satuan tugas Surveillance dari Kantor Wilayah untuk mengumpulkandan mencari informasi ke seluruh wilayah tetapi secara teknis sulit kalau wilayahnya relativeluas.Akan lebih mudah kalau kegiatan intelijen juga dilakukan oleh Kantor Pelayanan karenamereka berada didekat sumber informasi.
Penyelundupan narkotika dan psikotropika yang melalui pelabuhan laut/udara
ada yang informasinya diperoleh dari pihak luar negeri melalui Kantor Pusat dan ada yangdideteksi dengan Profiling ataupun penggunaan X-Ray scanner. Dilihat dari prosentasenyaberdasarkan data yang tersedia lebih banyak tangkapan yang diperoleh dari Profilling dandeteksi X-Ray dibandingkan yang berasal dari informasi yang sudah matang. Berarti dalamhal inipun Kantor Pelayanan lebih banyak menguasai informasi dan melakukan deteksimelalui pengamatan mereka sendiri terhadap gerak-gerik penumpang.

Tipe pelanggaran pemberitahuan yang tidak benar, penyalahgunaan fasilitas
Kepabeanan, pelanggaran perizinan impor dan sebagainya lebih mudah dideteksi melalui
dokumen impor/ekspor yang berada di Kantor Pelayanan Informasi tentang adanya
pelanggaran-pelanggaran tersebut bisa diperoleh jika kita mengolah informasi-informasi
dalam Pemberitahuan Impor Barang (PIB), Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), Manifest,Bill of Lading (B/L), Invoice, Packing List, data perusahaan, data kapal, data kontainer danlain-lain. Informasi ini sebagian besar berada di Kantor Pelayanna dan dapat digunakansetiap saat.

Pada umumnya yang dianggap informasi bagi orang awam adalah
pemberitahuan dari seseorang atau badan secara tertulis atau lisan bahwa akan terjadi
penyelundupan yang dilakukan oleh seseorang. Informasi yang sudah matang ini di Bea
Cukai lazim disebut hasil intelijen atau intelijen positif. Sebenarnya informasi tidak hanyasebatas yang sudah matang saja tetapi banyak informasi yang masih mentah berserakandisana-sini berada dalam dokumen Pabean maupun dokumen pelengkapnya, informasi inikalau diolah juga akan menghasilkan informasi matang (intelijen positif) yang dapatdigunakan mendeteksipenyelundupan atau pelanggaran Kepabeanan.



PENGAWASAN PABEAN
Menurut Colin Vassarotti, tujuan pengawasan Pabean adalah memastikan semua pergerakan barang, kapal, pesawat terbang, kendaraan dan orang-orang yang melintas perbatasan Negara berjalan dalam kerangka hukum, peraturan dan prosedur pabean yang ditetapkan (lihat Colin Vassarotti, “Risk Management – A Customs Prespective”, hal.19). Untuk menjaga dan memastikan agar semua barang, kapal dan orang yang keluar/masuk dari dan ke suatu negara mematuhi semua ketentuan kepabeanan.Setiap administrasi pabean harus melakukan kegiatan pengawasan.Kegiatan pengawasan pabean meliputi seluruh pelaksanaan wewenang yang dimiliki oleh petugas pabean dalam perundang-undangannya yaitu memeriksa kapal, barang, penumpang, dokumen, pembukuan, melakukan penyitaan, penangkapan, penyegelan, dan lain-lain.
Dalam modul pencegahan pelanggaran kepabeanan yang dibuat oleh World Customs Organization (WCO) disebutkan bahwa pengawasan pabean adalah salah satu metode untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran kepabeanan. Berdasarkan modul WCO tersebut dinyatakan bahwa pengawasan Bea Cukai yang mampu mendukung pendeteksian dan pencegahan penyelundupan paling tidak harus mencakup kegiatan : penelitian dokumen, pemeriksaan fisik, dan audit pasca impor. Di samping tiga kegiatan itu menurut hemat penulis patroli juga merupakan pengawasan Bea Cukai untuk mencegah penyelundupan. Jika kita lihat uraian tugas dan fungsi Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tidaknampak adanya fungsi pencegahan pelanggaran, penindakan dan penyidikan tetapi kalau dilihat pada fungsi seksi-seksi di dalamnya nampak ada fungsi patroli, pemeriksaan kapal, periksaaan barang, pemeriksaan badan, penelitian dokumen dan sebagainya yang merupakan kegiatan pengawasan (Customs Control) menurut terminologi WCO.
Apabila kita meninjau dari kegiatan kepabeanan mulai dari saat kedatangan kapal atau penumpang, pembongkaran barang, pemeriksaan dokumen, pemeriksaan barang atau penumpang, nampaklah bahwa fungsi-fungsi yang dimiliki seksi-seksi di dalam Kantor Pelayanan telah dapat melaksanakan sebagian fungsi pengawasan.Petugas Kantor Pelayanan berwenang melakukan pengawasan pembongkaran, penelitian dokumen, pemeriksaan barang dan pemeriksaan penumpang. Yang tidak dapat dilaksanakan hanyalah kegiatan audit pasca impor, penindakan dan penyidikan karena ketiga kegiatan ini tidak tercantum dalam uraian tugas dan fungsi Kantor Pelayanan maupun seksi-seksi di dalamnya.
Kegiatan penindakan dan penyidikan sebenarnya merupakan tindak lanjut dari pengawasan pabean. Pengawasan pabean yang dilakukan melalui penelitian dokumen, pemeriksaan fisik, audit pasca-impor, maupun patroli jika menemukan adanya pelanggaran atau tindak pidana akan ditindaklanjuti dengan penindakan atau bahkan penyidikan. Penelitian dokumen atau audit yang menemukan dokumen palsu akan segera ditindaklanjut dengan penyidikan. Demikian juga apabila dalam pemeriksaan fisik ditemukan barang terlarang akan ditindaklanjuti dengan penyidikan.

Jika petugas Bea Cukai di Kantor Pelayanan tidak mempunyai wewenang melakukan penindakan akan timbul masalah apabila dalam tugasnya ia menemukan pelanggaran misalnya menemukan adanya pembawa uang rupiah dalam jumlah lebih dari Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Petugas Bea Cukai yang menemukan pelanggaran akan melakukan penegahan atau penyegelan, tetapi kalau tidak mempunyai wewenang untuk itu akan menimbulkan keadaan vakum menunggu petugas dari Kantor Wilayah.
Kegiatan Bea cukai merupakan satu mata rantai yang tidak terputus mulai dari kedatangan kapal, penyerahan pemberitahuan, penelitian dokumen, pemeriksaan barang sampai dengan pengeluaran barang.Demikian pula apabila petugas menemukan pelanggaran pada pemeriksaan barang harus ditindaklanjuti dengan penindakan atau penyidikan.Jika ada petugas yang menemukan narkotika dalam koper penumpang harus segera ditindaklanjuti dengan penyidikan. Jika wewenang penyidikan hanya diberikan kepada Kantor Wilayah akan menyebabkan terhambatnya proses penyidikan.
Memberikan wewenang pemeriksaan terhadap petugas Kantor Pelayanan tetapi tidak memberikan wewenang tindak lanjut berupa penindakan atau penyidikan seperti membuat segmentasi atau pengkotak-kotakan tugas yang akan menghambat pelaksanaan tugas dan fungsi Bea Cukai. Meskipun dalam tugas dan fungsi Kantor Pelayanan tidak disebutkan secara tersurat adanya wewenang penindakan dan penyidikan bahkan unit kerjapenindakan dan penyidikan juga tidak ada namun kedua kegiatan ini harus tetap dapat dilaksanakan di situ karena merupakan tindak lanjut dari pemeriksaan barang.Di kantor-kantor pelayanan saat ini terdapat juga Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang berwenang melakukan penyidikan. Kalau mereka tidak difungsikan karenafungsi penyidikan tidak ada dalam struktur organisasi Kantor Pelayanan akan menimbulkan kesulitan kalau terjadi tindak pidana dan harus mendatangkan Penyidik Pegawai Negeri Sipil dari Kantor Wilayah.
Dalam Undang-Undang Kepabeanan diatur wewenang Pejabat Bea dan Cukai mulai dari pasal 74 sampai dengan pasal 92 yang antara lain berisi wewenang penindakan dan pasal 112 tentang wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai. Jika wewenang-wewenang itu tidak dapat dijalankan oleh petugas Kantor Pelayanan akan menyebabkan hambatan dalam tugas pokok Bea dan Cukai. Pada Kantor Pelayanan terdapat seksi Kepabeanan yang menyelenggarakan fungsi pemeriksaan barang, mengoperasikan X-Ray, pemeriksaan badan, menetapkan klasifikasi barang, tarif bea masuk dan nilai pabean, penelitian kebenaran, penghitungan beamasuk. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pengawasan pabean, meskipun nama unit kerjanya bukan Seksi Pengawasan, Seksi Operasi, atau Seksi Pemberantasan Penyelundupan.

 Tugas yang dilakukan Seksi Kepabeanan yaitu pemeriksaan barang, pemeriksaan badan, penelitian tarif bea masuk dan nilai pabean pada hakekatnya adalah pengawasan dalam pengertian manajemen yaitu upaya menjaga agar semua kegiatan dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Petugas Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan memeriksa barang, mencocokkan apakah semua barang yang diimpor telah diberitahukan dengan benar atau apakah tarif dan harganya telah diberitahukan dengan benar. Benar di sini adalah sesuai dengan undang-undang atau peraturan yang berlaku mengenai pemberitahuan impor. Sebenarnya apa yang dilakukan oleh petugas Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan ini tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional.
Aparat pengawasan seperti Inspektorat Jenderal atau Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam melaksanakan tugasnya akan mencocokkan apakah peraturan yang berlaku telah dilaksanakan oleh petugas di lapangan. Dipandang dari sudut ini apa yang dilakukan oleh petugas Inspektorat Jenderal atau Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sama saja dengan petugas pemeriksa barang atau dokumen di Kantor Pelayanan.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar