Sejak gerakan repormasi yang dilakukan rakyat mesir, sampai tumbangnya Husni Mubarak, Ikhwanul Muslimin menjadi sumber kehwatiran bagi pihak AS dan Israel untuk memegang kekuasaan dimesir.
Bahkan Menlu AS Hillary Clinton terang-terangan menegaskan AS tak menghendaki IM dan Islam radikal lainnya berkuasa di Mesir., begitu juga Senator AS John Mccain, mantan Capres AS, menyatakan “Saya sangat khawatir mengenai keberadaan Ikhwanul Muslimin. Saya kira mereka tidak moderat, tapi ektremis,”
Bahkan senator MCCain, lebih menghendaki militer dan lembaga-lembaga demokratik dapat mengendalikan pemerintah setelah Mubarak lengser, namun Ikhwanul Muslimin tidak boleh melakukannya.
Hal ini disebabkan ketakutan di berbagai kalangan di AS bahwa Mesir bisa saja menjadi negara Islam seperti Iran dengan Revolusi 1979nya.
Sementara Israel risau karena IM akan memberikan dukungan kepada hamas, sehingga stabilitas Israel dapat terganggu . Seperti yang kita tahu, tragedy kemanusiaan di Gazza, tidak hanya karena blokade laut oleh Israel, tapi karena pemerintah mesir dieara Husni Mubarak menutup perbatasan rapah.
Tidak heran bila Ismael Haneya Perdana Menteri Palestina menyambut gembira dan mengucapkan selamat atas kemenangan Revolusi Rakyat Mesir atas rezim Mubarak. Dikatakannya “Gaza sebentar lagi akan dibuka dan aksi blokade Zionis Israel akan berakhir.”
Tentu yang paling ditakutkan Israel adalah masuknya senjata ke Gazza, yang akan meningkatkan perlawanan pejuang Palestina untuk membebaskan dirinya dari penjajahan Israel.
IM didirikan Shekh Hasan Al-Banna di kota Ismailiyah (sebuah kota di pinggir Terusan Suez), Maret 1928, beberapa bulan setelah ia lulus dari Darul Ulum. Darul Ulum adalah sebuah sekolah tinggi pendidikan guru di Kairo, dan Ismailiyah adalah kota di mana ia ditempatkan oleh Departemen Pendidikan Mesir untuk menjadi guru di sebuah SMP.Setiap hari — seusai mengajar, ia mengunjungi warung kopi untuk berdialog dengan masyarakat. Malam harinya, ia salat berjamaah di masjid terdekat, dan kemudian seringkali melanjutkan pembicaraannya di warung kopi.
Pada masa-masa liburan panjang setiap musim panas, ia menghabiskan waktu bepergian ke berbagai kota dan desa di Mesir, untuk mengajar masyarakat di rumah, di atas kendaraan, di warung kopi, atau masjid. Tubuhnya yang kekar (sekalipun dengan postur yang agak pendek dibanding rata-rata orang Mesir), serta penampilannya yang menarik, dan lidahnya yang fasih, memang mendukung Al-Banna untuk menjadi seorang public figure.
Sejarah ringkas IM dan pergerakannya pasang surut pada setiap era pemerintah mesir, pada tahun 1948, IM turut berperang melawan Israel dipalestina, sayangnya pada saat perkembangan pesat dibekukan oleh Muhammad Fahmi Naqrasyi, Perdana Menteri Mesir tahun 1948. Berita penculikan Naqrasyi di media massa tak lama setelah pembekuan Ikhwanul Muslimin membuat semua orang curiga pada gerakan Ikhwanul Muslimin. Pada tahun 1949 pendiri Ikhwanul Muslimin, Hassan al-Banna meninggal dunia karena dibunuh pada 12 Februari 1949. Kemudian, tahun 1950, pemerintah Mesirmerehabilitasi organisasi Ikhwanul Muslimin. Pada saat itu, parlemen Mesir dipimpin oleh Mustafa an-Nuhas Pasha. Parlemen Mesir menganggap bahwa pembekuan Ikhwanul Muslimin tidak sah dan inkonstitusional. Ikhwanul Muslimin pada tahun 1950 dipimpin oleh Hasan al-Hudhaibi. Kemudian, tanggal 23 Juli 1952, Mesir dibawah pimpinan Muhammad Najib bekerjasama dengan Ikhwanul Muslimin dalam rencana menggulingkan kekuasaan monarki Raja Faruk pada Revolusi Juli. Tapi, Ikhwanul Muslimin menolak rencana ini, dikarenakan tujuan Revolusi Juli adalah untuk membentuk Republik Mesir yang dikuasai oleh militer sepenuhnya, dan tidak berpihak pada rakyat. Karena hal ini, Jamal Abdul Nasirmenganggap gerakan Ikhwanul Muslimin menolak mandat revolusi. Sejak saat ini, Ikhwanul Muslimin kembali dibenci oleh pemerintah. Ketika Anwar Sadat mulai berkuasa, anggota Ikhwanul Muslimin yang dipenjara mulai dilepaskan. Menggantikan Hudhaibi yang telah meninggal pada tahun 1973, Umar Tilmisani memimpin organisasi Ikhwanul Muslimin. Umar Tilmisani menempuh jalan moderat dengan tidak bermusuhan dengan penguasa. Rezim Hosni Mubarak saat ini juga menekan Ikhwanul Muslimin, dimana Ikhwanul Muslimin menduduki posisi sebagai oposisi di Parlemen Mesir.
Lantas kenapa IM harus ditakuti AS dan Israel, sementara Seperti program pembentukan kepribadian, maka Al-Ikhwan juga bertekad untuk melaksanakan program sosial politik secara bertahap. Dalam Anggaran Dasar (Nizam Asasi) Al-Ikhwan, antara lain menyebutkan: Al-Ikhwan senantiasa mengutamakan kemajuan bertahap dalam pembangunan, usaha produktif, dan kerja sama dengan para pecinta kebaikan dan kebenaran. Al-Ikhwan tak ingin melukai siapa pun, apa pun agama, ras dan kebangsaannya.
Tidak ada kata kekerasan dalam sejarah IM, kecuali ketika berhadapan dengan negara penjajah, seperti Indonesia menghadapi belanda dan jepang, kalaupun IM mendukung Palestina itu sebuah kewajaran, karena Palestina negara yang masih terjajah sampai saat ini, walaupun sudah banyak negara mengakui kemerdekaan Palestina.
Konstalasi politik timur tengah sudah pasti berubah, apapun pilihan rakyat mesir dan terbaik buat mereka harus dihargai, selama proses demokrasi berjalan, tidak bisa pihak luar menghakimi kecuali ada kecurangan dalam pemilu, itu persoalan lain.
JIkapun IM harus berkuasa dan memenangkan pemilu, IM harus membuktikan bahwa mereka mampu membawa rakyat mesir kearah yang lebih baik, dan IMpun harus meyakinkan AS/Barat dan Israel bahwa jika kelak mereka berkuasa pasca Mubarak atau menang dalam pemilu mendatang, hal itu sah dan harus dihormati AS/Barat dan Israel sebagai konsekuensi logis dari demokrasi itu sendiri.
Bukankah menang kalah dalam demokrasi itu biasa saja? Ataukah memang AS/Barat dan Israel paranoid dan phobia terhadap Islam politik yang diusung Ikhwanul Muslimin? Mungkin proses perubahan di Mesir kelak menyediakan jawabannya.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar